WALAUPUN tanah Arab adalah tanah yang sering kali kering,
tetapi para penduduknya banyak juga yang berkebun. Salah satunya adalah
Ummu Fasyar al-Anshariah. Ummu Fasyar al-Anshariah menanam pohon kurma
di kebunnya. Tanah yang dipunyainya tidak terlalu luas. Tapi, jika
sedang panen kurma, ia biasanya akan mendapatkan hasil panen yang tidak
sedikit.
Setiap hari, Ummu Fasyar al-Anshariah menyiram kebun
kurmanya. Itu memang karena ia tinggal sendiri. Umurnya pun sudah
berangkat senja. Tetapi, wanita itu tetap bersemangat, segar mengerjakan
pekerjaan sehari-harinya.
Suatu hari, Rasulullah mendatangi perkebunan Ummu Fasyar
al-Anshariah. Alangkah takjubnya beliau ketika melihat hasil kebun yang
dikerjakan oleh Ummu Fasyar al-Anshariah. Begitu bagus dan terawatnya
kebun itu.
“Assalamu`alaikum, ya Ummu Fasyar,” sapa Rasulullah.
Wanita yang tidak muda itu mendongak. Ketika dilihatnya
siapa yang menyapa, betapa gembiranya Fasyar. Hari ini Rasulullah
mengunjunginya. Tentunya ada keberkahan yang hadir di tempat ini, begitu
pikir Ummu Fasyar al-Anshariah. Maka, ia pun serta merta menjawab,
“Wa`alaikumussalam. Senang sekali melihat engkau dapat berkunjung
kemari, ya Rasulullah. Adakah suatu hal penting yang ingin kausampaikan
kepadaku?”
Rasulullah tersenyum, “Aku hanya ignin menengokmu.”
Ummu Fasyar al-Anshariah semakin merona wajahnya karena
gembira. Ia tidak menyangka bahwa Rasulullah masih menyempatkan diri
berkunjung ke kediamannya. Padahal, Ummu Fasyar al-Anshariah tahu bahwa
pekerjaan Rasulullah sangat banyak. Ia terharu begitu dalam.
“Ya Ummu Fasyar, bagaimana kebunmu sekarang ini?”
“Alhamdulillah, semuanya terurus dengan baik, ya Rasulullah,” jawab Ummu Fasyar al-Anshariah.
“Engkau yang mengurusnya sendirian?” tanya Rasulullah lagi.
“Betul.”
“Dan engkau pula yang mengairinya setiap hari?”
“Aku senang mengerjakannya, ya Rasulullah.”
Rasulullah mengangguk-anggukkan kepalanya. Kebun itu
tidak terlalu luas. Tetapi untuk seorang perempuan, tentunya memerlukan
waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
“Jika sudah berbuah, biasanya apa yang kaulakukan pada
hasil panenmu?” Rasulullah kemudian bertanya lagi setelah memandangi
kebun.
Ummu Fasyar al-Anshariah tersenyum. “Ya Rasulullah, aku mempersilahkannya bagi mereka yang ingin mengambilnya.”
“Maksudmu?”
“Jika mereka menginginkan dan membutuhkannya, mereka bisa
mengambilnya dari sini kapanpun mereka mau. Berapa banyakpun mereka
butuhkan….”
Rasulullah semakin kagum kepada wanita itu. Ummu Fasyar
al-Anshariah sendiri tampak senang bahwa Rasulullah ternyata
memperhatikan kebun dan apa yang dikrjakannya kepada kebunnya itu.
“Terus, apa yang kauminta sebagai ganti mereka mengambil kurmamu?”
“Aku tidak meminta apa-apa dari mereka, ya Rasulullah.
Aku lakukan ini hanya karena aku ingin bisa mengerjakan sesuatu yang
berguna bagi orang lain…”
Mendengar itu, Rasulullah berkata, “Seorang Muslim yang
menanam tanaman, muda atau tua umurnya, lalu buahnya atau daunnya
dimakan oleh manusia, hewan, burung, atau binatang buas, semuanya adalah
sedekah darinya.”
Rasulullah melanjutkan, “Meskipun kiamat sudah mulai
terjadi, sedang di tanganmu ada sebatang bibit kurma yang masih sempat
kautanam, maka tanamkanlah terus. Pastilah kau akan mendapatkan
pahalanya.”
Ummu Fasyar al-Anshariah semakin gembira mendengar semua
itu. Ia hanya berusaha tawakal atau pasrah diri kepada Allah swt yang
membuatnya semangat melakukan semua itu adalah jiwa tanpa pamrih, demi
kepentingan umum.
Peristiwa itu mungkin tidak pernah terlupa oleh Ummu
Fasyar al-Anshariah sepanjang hidupnya. Ia menanam kurma, Rasulullah
mengunjunginya dan memberitahukannya sesuatu yang menggembirakan.
Semuanya, demi tabungan Ummu Fasyar di hari esok. [Diambil dari buku "Peri Hidup Nabi & Para Sahabat" Karya : Saad Saefullah, Pustaka SPU]